|morfem|morfemband|morfem

Minggu, 16 Mei 2010

Morfem Gigs: Friends And Family


Senayan City. Jakarta. May. 9. 2010

Acoustic set? Kenapa Tidak?

Ketika kami mempersiapkan rekaman untuk album perdana, kami telah memiliki ide untuk merekam versi akustik beberapa lagu. Awalnya kami memang ingin membentuk band folk. Tapi apa daya, perkembangannya jadi lebih berisik. Dan mengakustikkan beberapa lagu adalah upaya untuk mewujudkan rencana kita yang membelot.

Kami sendiri belum membayangkan akan jadi seperti apa lagu Morfem ketika di mainkan Akustik. Ketika promo ke beberapa radio di Bandung. Kami terpaksa memainkan single dengan akustik. Karena keterbatasan waktu untuk ngeset full band. Dan ketika kami memainkan promo waktu itu, mulai terbayang seperti apa wujud lagu kami kelak.

Ketika Nasta Sutardjo menghubungi gue untuk main di acara nanonine, Friends And Family. Kesempatan untuk memainkan di depan khalayak banyak muncul. Langsung gue sikat. Main Akustikan. Siapa takut.

Gilanya, kami gak sempat mengaransemen lagu ini dengan sempurna. Kita hanya numpang latihan di kamar Yoga (Engineer tempat kita merekam lagu akustik kelak) 2 jam sebelum acara di mulai. Dengan Modal 2 gitar, tamborine, minus drummer (karena Freddie kerja waktu itu). Jadilah formasi ngamen kita. Bram dan Pandu dengan gitar Akustik. Gue pake Tamborine. Ternyata nuansa lagu Morfem dengan Akustik malah lebih ceria dan Upbeat. Oke siap semua? Yuk berangkat ke Senayan City.

Singkat kata, sampailah kami di venue. Ternyata tempat kita main adalah semacam bazaar di mall. Untungnya bazaar ini di bikin sama anak muda. Jadi nuansanya masih keren. Walau panggungnya biasa-biasa aja setnya. Kita main setelah L’Alphaalpha sebelum pamungkas, Monkey To Millionaire. Wow perdana main akustik.

Tidak terlalu sulit untuk mengajak crowd berkumpul. Walau kami belum punya fanbase. Awalnya kami mau ngeset duduk santai berakustik. Ternyata di lagu kedua, gak tahan gue. Berdiri juga deh. Sikat!!

Yang menarik adalah reaksi penonton saat itu. Walau gak ada slam dance dann stage diving. Mereka menyimak. Dari reportoar yang gue lontarkan. Hingga lagu yang di mainkan. Nampak mereka meningkahi reportoar gue dengan senyum dan tawa. Dan tepuk tangan di setiap lagu cukup membahana. Yang haru nya beberapa orang di depan sudah mulai nampak ikut bernyanyi pada lagu “Tidur di manapun Bermimpi Kapanpun”. Padahal lagu ini belum pernah kita publish sebelumnya. Karena kita bermain akustik. Akhirnya penonton dapat menikmati lirik gue di setiap penampilan. Terlihat juga 3 orang bule yang tersenyum-senyum mendengar Who Stole My Bike dan Death Kitchen. Reaksi penonton pun cukup menggembirakan di tiap bait lagu “Pilih Sidang Atau berdamai”.gue yakin lagu ini punya empati besar pada anak-anak yang dateng malam itu. Ketika Wahana jalan Tikus Di Mainkan nampak penonton ikut hanyut dan bereaksi bagus. Kalau gadis Suku Pedalaman? Gak perlu di tanya. Lagu ini memang paling akrab di telinga masyarakat. Karena telah terpublish lama.

Ketika turun dari pentas, kami tersenyum-senyum sendiri. Puas kita dengan penampilan malam itu. Beberapa hari kemudian kami merekam 2 lagu versi akustik untuk album mendatang. Dengan modal penampilan di Friends and Family. Di tambah aransemen improve di studio (tepatnya di kamar Yoga). Huh gak sabar kami untuk melepas lagu ini ke pasaran. Hayo Morfem kita selesaikan secara jantan :D

Jumat, 07 Mei 2010

Ulasan tentang Morfem di jakarta Globe


Rockers Get a Lot More From Morfem

Local music fanatics should already be familiar with The Upstairs and their hard-to-miss mix of new wave, disco and post-punk music. Bursting onto the scene in 2001, the band became a mainstay of the independent scene before leaping into the mainstream with appearances on local TV shows and the soundtracks of movies, tight colorful pants and big sunglasses intact. The Upstairs’ biggest selling point was vocalist Jimi Multhazam. Known for his comically boorish persona on stage and his robotic-seizure disco moves, the charismatic frontman became an icon for expressive teens everywhere. It is quite a change then to see Jimi on stage with his new band Morfem. A much more subdued affair, Morfem delves deeper into The Upstairs’ post-punk roots, resulting in a much more jagged sound reminiscent of British bands Magazine and the Psychedelic Furs. Embedded in Morfem’s sound are also glimpses of the noisier side of early ’90s indie-rock bands such as The Jesus Lizard and Rapeman.

Music lovers will get a chance to hear that jagged and noisy sound in an even more stripped-down mode at a free acoustic show on Sunday, when Morfem performs alongside White Shoes & The Couples Company and Monkey to Millionaire at Senayan City Atrium in Central Jakarta. Morfem began as a cover band that performed songs by US art-rockers Velvet Underground at one of Jimi’s art exhibitions last year. At the time, the band featured only Jimi and Pandu Fathoni, who played guitar for doom-rockers The Porno. After the exhibition, the two realized they were on to something more than just being a cover band. The chemistry was undeniably there. “In terms of progress, being in a cover band is boring. So we decided to form a full-fledged band,” Jimi says. “We began to write original material that, quality-wise, was beyond our expectations” Pandu adds. They decided to look for a bass player and drummer, which eventually led them to Bramasta Juan Sasongko and Alexander Warnerin. Both also played in local hard rock acts: Bram in JARB and Alex in Nervous Breakdown. In July, the band was officially christened Morfem — an Indonesian word that means the smallest linguistic unit in a word that still retains meaning. Jimi says the word was chosen because it used to “bedazzle” him as a student studying Bahasa Indonesia in middle school. “It’s an interesting term that’s yet to be adapted as a band name. It also serves an aesthetic purpose from a graphic-design standpoint” he says. Morfem quickly began gigging, garnering a fast following along the way. Their first single, “Gadis Suku Pedalaman,” or “Inland Tribe Girl,” topped Trax FM’s independent chart. Though they’re becoming increasingly known, most people still consider Morfem a mere side project for Jimi, a claim band members are eager to deny. “To me Morfem is definitely not a side project,” says Pandu, adding: “This band is where I managed to discover the bright spot of all of my years playing music.” Jimi concurs: “Morfem is where I can project all of the ideas I had that did not necessarily suit my other band. This is where I also correct all the mistakes that I’ve experienced playing in other bands. Morfem is a band that can be categorized as serious but much more fun.” Their eagerness to get the public totake Morfem seriously might also stem from the close relationship between band members. “There’s more laughs in this band,” Jimi says, pointing to the members being “more communicative and spontaneous. All of us are eager to get our idea across.” Pandu says the closeness has affected the music quality. “I come up with riffs and hooks I am astounded I came up with,” he says, adding his fellow band mates, who refer to each other as “Morphene rockers,” are a constant source of inspiration. It seems the only real correlation Morfem has with The Upstairs are the poetic lyrics of Jimi, who is known to paint the urban landscape with off-kilter analogies in his songs. “I tend to use a more natural approach, though,” he says, adding that he prefers simpler lyrics for Morfem. For now, the band is preparing to release its debut EP. “It’s been a fun recording process, and I’ve done things I haven’t done in the studio before, like playing acoustic guitar and the tambourine,” Jimi says. “These songs are hot and ready to go.”


Senin, 05 April 2010

Morfem Radio: Eka “The Brandals” Anash ngobrol bareng Morfem di Motion Radio 97.5 FM Jakarta


19 Maret 2010

Malam itu, bisa dibilang obrolan Radio paling nyelenehnya Morfem. Bagainamana tidak, baru sampe sampe langsung di tanya, mau puter apa? Bad Brain deh Ka, jawab Jimi. Dan langsung di puter setelah Eka mengudarakan Twisted Sister! Anjing! Jarang banget playlist Radio seperti ini. Dan kita semua tau Eka Anash adalah frontman band garage rock Indonesia yang menyelami musik sampai se dalam-dalamnya. Obrolan pun jadi makin berapi-api. Apalagi baru pulang dari Bandung radio Tour. Setelan mulut lagi lancar-lancarnya berkomentar hahahaha…


Eka melontarkan pancingan-pancingan yang cukup berbeda dari wawancara radio biasanya.. Mungkin karena Eka juga udah melewati ratusan wawancara radio. Akhirnya dia bisa mengambil sudut pandang yang lebih keren. Yang menarik dari obrolan malam itu adalah, Eka selalu menyisipkan quotes di setiap pertanyaan yang dia lontarkan. Dari Wenz Rock ,Jason Tedjakusuma, sampai producer Nirvana Jack Endinno. Ketahuan deh ini anak selain rocker juga kutu buku.



Kadang-kadang obrolan berkembang jadi berat. Tapi playlst juga yang menolong Susana. Dari The Vaselines, Dokken, Alice In Chain. Black Flag nyampur aduk mengacak-acak otak. Apalagi kita juga membawakan nomer-nomer Morfem seperti “Tidur di manapun bermimpi kapanpun”, “Jalan Tikus” dan “Pilih Sidang Atau berdamai” dalam versi akustik. Lengkap sudah.

Malam yang mengesankan. Ngobrol di radio dengan Rocker yang gila musik. Gak selesai-selesai topiknya. Untungnya nenek moyang kita menemukan penunjuk waktu yang di sebut jam di Indonesia. Dan obrolan pun di akhiri dengan senyum lebar yang gak ada habisnya sampai scooter bertemu dengan pagar rumahnya.

Teks: Jimi Multhazam

Photo: Agung Hartamurti wirawan

Sabtu, 03 April 2010

Morfem Gigs: Superbad, Jaya Pub. Jakarta 21 Maret 2011








Morfem mentas di Superbad, Jaya Pub, Jakarta

21 Maret 2010

Gak ada crowd surfing, gak ada moshing, gak ada dansa dansi. Yoa. Inilah Superbad. Dalam bar vintage penuh tulisan absurd, semua orang datang hanya untuk menikmati musik. Duduk minum di bar. Sedikit obrolan kecil dengan kawan. Sing a long. Dan bagi musisinya, gak ada sound check, langsung colok dan main. Dekat akrab, intim, ketawa, kadang terharu (walau agak gengsi memperlihatkannya). Benar-benar santai. Bertepuk tangan, dan jangan lupa, klakson rotinya net not not :P

Bangga sekali Morfem di undang main di Superbad oleh Indra Ameng dan Keke Tumbuan. Apalagi malam itu kami bermain bersama Melancholic Bitch (Jogja), Everybody Love Irene, dan Goodnight Electric. Gila, semuanya berkarakter. Morfem bermain sebagai pembuka. Penting sekali. Walau acara santai kami gak mau bermain setengah setengah.

Tapi entah kenapa tiba-tiba gue ingin ke wc sebelum naik pentas. Gak biasa-biasanya ada ritual buang hajat sebelum beraksi. Selesai flush gue naik ke lantai dua lagi, dan langsung naik pentas. Kita sikat pembukaan dengan “Pilih sidang atau berdamai”. Sound butut ala Superbad membuat lagu ini makin selebor. Berturut-turut kita mainkan Who Stole My Bike, jalan Tikus dan cover version Search and destroy milik Iggy and The Stooges. Juga dua cover version velvet Underground “ I’m Set Free dan Femme Fatale”. Mantaff.

Sebelum lagu berikut. Jimi bercerita sejenak tentang lagu yang akan di mainkan. Karena sumber ide banyak yang datang malam itu. Seperti bagaimana oom Leo tidur di bawah tangga, di dalam bathtub kering, Malau, seorang aktor yang tidur di atas keeping vcd porno, Asung yang tertidur di atas tumpukan benda di dalam gudang…yoa, berikutnya sudah pasti kita akan memainkan “Tidur Di manapun, Bermimpi kapanpun”.

Dan akhirnya, malam itu Morfem menutup penampilannya dengan lagu “Gadis Suku pedalaman” dengan reportoar panjang, sepanjang-panjangnya. Karena Jason Tedjakusuma dateng bersama kencannya, sempat jimi mentranslate refrain ke bahasa Inggris. Dan….gagal total ha ha ha. Sing along refrain di selip dengan cerita tentang hilangnya sahabat di Berau, Kalimantan. Sedikit ironi terlontar. Tawa kawan bernyanyi bersama. Dan berakhirlah lagu dengan raungan gitar dan drum yang bergumul bebas di kompori bass. Hah! Puas J Tepuk tangan, dan klakson roti net net not not. Yeaaaahhh kita main di Superbad!

Special Thanks: Indra Ameng, Keke Tumbuan, Dimust Madness di meja mixer, dan hasief Ardiansyah yang mengabadikan dengan alat perekam wartanya.

Teks: Jimi Multhazam

Photo: Agung Hartamurti Wirawan

Selasa, 30 Maret 2010

5 lagu yang membuat Jimi Multhazam menulis lirik berbahasa Indonesia

1. Kecewa
Musik/Lirik: Guruh Soekarno Putra
Penyanyi: Euis Darliah
Dari album Gilang Indonesia Gemilang. Awalnya mencuri dengar dari kakak perempuannya yang punya hobby menari. Di lagu ini pertama kalinya Jimi kecil mendengar umpatan sialan, bego, tak tahu diri, bahkan…membleh!!! makian yang dinyanikan Euis hingga terbatuk-batuk. Huh! Emosional. Terdengar Punk Rock untuk anak kecil yang masih duduk di kelas 5 sekolah dasar.

2. Caplang
Musik/lirik: Dodo Zakaria
Penyanyi: Nicky Astria
Dari album solo Dodo Zakaria, Malisa. Album yang penuh dengan lirik yang nyentrik khas Dodo Zakaria. Dan Caplang adalah Gongnya! Bayangkan, lagu ini di buka dengan lirik: Kuping Caplang, Congean, jago pasar dari Seberang. pala botak penuh pitak. Tidak suka sama perempuan ihhh!!!! hahaha jenaka seram, ngeri sekaligus menjjikkan di aduk jadi satu.

3. Lelaki Ilham dari Surga
Musik/Lirik: Ebiet G Ade
kalo judulnya 40 lagu yang membuat Jimi menulis lirik berbahasa Indonesia, mungkin 14 judul berikut dari Ebiet G Ade akan di tulis berdasarkan urutannya. Dari judulnya saja lagu ini sudah sangat ajaib. Apalagi jika di nikmati bait demi bait. Bait terakhir lagu ini sering membuat dia terharu. Di tambah dengan suasana aransemen Billy J Budiarjo yang benar-benar mendukung.

4. Jendela Kelas Satu
Musik/lirik: Iwan fals
lagu cinta gak perlu cengeng. Dan kita pun gak perlu menghujat lagu cinta sebagai kambing hitam pembodohan masyarakat, setelah mendengar lagu ini. Deskriptif, membuat kita menggambarkan scene anak sekolah yang bosan dengan cara gurunya mengajar yang sudah ketinggalan zaman. Gedung sekolah yang bobrok (dari jendela kelas yang tak ada kacanya, tembus pandang ke kantin bertalu rindu) membuat sang siswa mencuri pandang pujaan hatinya di kantin sekolah. kalo soal empati Iwan Fals emang juara :)

5 Dipaku
Musik: Netral
Lirik: Bagus
Sempat pesimis dengan lirik-lirik musik Rock pada zamannya. Biasanya musik sudah berhasil tampil sangar, giliran masuk lirik. Nah lho!!! jadi klise. Langsung ciut sensasinya. Tapi setelah mendengarkan Netral (terutama 3 album pertamanya) pandangan tentang musik rock lokal langsung erubah. Gila ini band absurd banget liriknya. “dalam jurang waktu lorong tiada akhir/ Sepak batu menganga duri-duri kejam/ raba dinding hari hitam wajah dunia/ tiada celah tuk nafas mana dia cahaya/ Oh Di Paku…”. Gila! Gus-gus lo ngomongin apa yha???? Anjing…Keren banget Lo! Kalo kata opa Jagger “it’s only Rock N’ Roll but i like it”

Senin, 29 Maret 2010

Morfem di Pop Circle (Rase Fm, Bandung)





18 Maret 2009

Episode terakhir Radio Tour Morfem di Bandung di tutup dengan obrolan santai malam hari di Pop Circle. Pop Circle, adalah sebuah Program Radio Rase Fm yang di produseri oleh Dimas Ario. Program yang pertama memutar single “Gadis Suku Pedalaman” di udara Bandung raya. Wo ho thank you Dims (ternyata doi dapet julukan Mas Pop di sana, keren!). malam itu kita banyak ngobrolin lagu-lagu yang mempengaruhi emosi. Seperti, lagu yang membuat kita menangis, lagu yang selalu membuat kita berdansa hingga soundtrack pernikahan anak-anak Morfem kelak. Dari nama The Limousins, The Kingsmen, New Order, Velvet Underground, sampe Mouldy peaches jadi bahan perbincangan yang asyik malam itu. Suara khas Syauqi Lukman yang terdengar “penyiar malam” sekali di temani oleh Ligar Pananjung membuat udara Bandung setelah hujan semakin syahdu. Keluar dari Rase kita langsung pulang ke Jakarta. Sepatu yang di pakai Pandu akan di pakai abangnya untuk sidang S1 pagi harinya.

Teks; Jimi Multhazam

Photo: Agung Hartamurti Wirawan


Jumat, 26 Maret 2010

Morfem di 99ers Radio, bandung






18 Maret 2010

Bisa di bilang inilah wawancara terseru Morfem di Bandung. Pertanyaan penyiar Indra Ansara sebenernya cukup simple. Namun pembawaannya lugas. Kami pun bercerita hingga terpingkal-pingkal sendiri. Atau mungkin kondisi Morfem yang baru saja bangun tidur dan mandi. Efeknya otak kita lebih fresh. Dan suasana 99ers dengan pemandangan Gunung Tangkuban (koreksi jika salah) cukup melengkapi suasana. Di 99ers adalah moment pertama kali kita membawakan “Tidur Di Manapun, Bermimpi Kapanpun” secara akustik. Sepertinya kami sudah kecanduan wawancara Radio. Sayang Freddie gak bisa ikut serta di karenakan pekerjaannya.

Special thanks: Ijal The Seven

Teks: Jimi Multhazam
Photo: Agung Hartamurti Wirawan